Satuan
Polisi Pamong Praja yang dahulu kala di kenaI dengan sebutan bailluw
pada masa penjajahan belanda dan telah beberapa kali berganti nama
menjadi Kepanewon serta Detasemen Polisi Pamong Praja adalah sebuah
organisasi yang sangat erat dengan masyarakat, karena domain fungsi
utamanya adalah menjaga ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Istilah Pamong Praja adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa jawa
yang mengandung arti filosofis cukup mendalam, yaitu : pamong adalah
seseorang yang dipandang, dituakan dan dihormati sehingga memiliki
fungsi sebagai pembina masyarakat di wilayahnya, lazimnya seorang pamong
adalah orang yang lebih tua, pemuka agama atau pemuka adat serta
golongan-golongan yang berasal dari kasta Brahmana sebagimana dalam
klasifikasi pembagian kasta pada agama hindu (*baca sejarah perkembangan
budaya).
Selanjutnya
makna dari kata Praja itu sendiri mengandung arti sebagai orang yang di
emong di bina dalam hal ini adalah rakyat/masyarakatnya. Melihat
pengertian diatas dapat kita ambil sebuah defenisi arti dari pamong
praja, yaitu petugas atau individu yang dihormati guna membina
masyarakat di wilayahnya agar tertib dan tenteram. Seiring dengan
berjalannya waktu masyarakat dalam suatu wilayah selalu tumbuh dan
berkembang, bila ditelaah dari sisi kependudukan maka grafik natalitas
dan mortalitasnya terus mengalami perubahan, hal ini mengakibatkan perlu
adanya pengaturan yang lebih baik dari sisi pemerintah untuk dapat
mengantisipasi
segala macam tantangan yang bermuara pada terancamnya ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat di wilayah kerjanya, sehingga Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 3 Maret 1950 mengeluarkan Surat Keputusan Nomor UR
32/2/21 tentang Perubahan Nama Detasemen Polisi Pamong Praja menjadi
Satuan Polisi Pamong Praja yang untuk selanjutnya di peringati menjadi
hari jadi SATPOL PP dalam setiap tahunnya.
Citra Satuan Polisi Pamong Praja.
Pelaksanaan
fungsi dari satpol pp di lapangan selalu menjadi topik hangat untuk di
bicarakan, hal ini disebabkan Satpol PP merupakan unsur lini yang
selalu terdepan dalam menjaga amanat dari Peraturan Daerah dan secara
langsung selalu bersentuhan dengan masyarakat. Pemberitaan mengenai
penggusuran, penindakan para penyandang masalah kesejahteraan Sosial
(PMKS) dan pengemis, gelandangan serta orang terlantar (PGOT) di
lapangan selalu berakhir dengan pembentukan opini yang negatif
Pemberitaan yang tidak berimbang ini dikenal dengan sebutan “Efek
Telenovela" yaitu sebuah opini yang selalu memihak kepada pihak lemah
tanpa memperhatikan duduk permasalahan. Kondisi ini tentu harus di
perbaiki dan di cermati secara seksama oleh pihak yang terkait, sehingga
citra dari Satpol PP di mata masyarakat menjadi organisasi yang di
segani dan di hormati bukan menjadi organisasi yang penuh dengan
kontroversi.
Arah Kebijakan yang diambil Kementerian Dalam Negeri terhadap Pembinaan Satpol PP.
Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Polisi Pamong Praja Dan
Linmas pada Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum selaku pembina umum
dari Satpol PP telah melakukan antisipasi guna menghadapi pemberitaan
yang tidak berimbang tersebut dengan melakukan pembenahan guna mendukung
pelaksanaan kegiatan dari Satpol PP, diantaranya :
- Membenahi Kelembagaan Satpol PP, akan segera dengan mengeluarkan Permendagri mengenai Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di Provinsi, Kabupaten/Kota serta Struktur Organisasi dan Tata Kerja khusus untuk Provinsi DKI Jakarta yang saat ini sedang dalam proses di Kementerian PAN dan RB.
- Dari sisi sumber daya manusianya Satpol PP telah memiliki Permendagri 38 tahun 2010 tentang Diklat Satpol PP.
- Sementara pada bidang anggaran Kementerian Dalam Negeri telah beberapa kali mengeluarkan arahan terkait dengan sinergitas tiga pilar yaitu Kementerian Dalam Negeri dengan Kepala Daerah dan DPRD. Prov./Kab./Kota. hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai tugas pokok dan fungsi satpol pp khususnya dalam meningkatkan PAD sehingga eksistensi satpol pp dilapangan dapat lebih meningkat sehingga satpol pp tidak lagi hanya sebatas penjaga pos atau aparat terdepan pada saat terjadinya demonstrasi masyarakat.
B. Pencitraan Satlinmas
Sejarah Singkat Satlinmas
Sejak
jaman pemerintahan Hindia Belanda, rakyat kita telah aktif dalam upaya
perlindungan dan penyelamatan masyarakat, terutama untuk ikut
menanggulangi bencana akibat perang, yaitu melalui organisasi Lught
Buscherming Dients (LBD) yang dibentuk tahun 1939. Kemudian pada jaman
pendudukan Jepang, organisasi ini disempumakan lagi sesuai dengan
kepentingan pemerintahan Jepang, khususnya guna menghadapi Sekutu. Tahun
1942 LBD berganti nama menjadi Gumi, dibentuk sampai lingkungan
masyarakat terkecil (RT). Organisasi bentukan Jepang inilah yang menjadi
embrio Pertahanan Sipil (Hansip). Sejarah perkembangan Bangsa Indonesia
yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 pada
masa itu bertekad untuk membela serta mempertahankan dan menegakkan
kemerdekaan serta kedaulatan negara dan bangsanya berdasar Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 Seperti makna yang terkandung dalam pasal 27
ayat 3 UUD 1945 bahwa : "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara."
Guna
mengiringi spontanitas dan semangat juang bangsa Indonesia, Pemerintah
Republik Indonesia menata dan mewadahi, mengerahkan serta mengendalikan
penyelenggaraan upaya pertahanan keamanan negara dan atas dasar itu maka
dirumuskan suatu konsepsi Perlawanan Rakyat Semesta yang mengandung
arti kesadaran, tekad, sikap dan pandangan rakyat Indonesia untuk
melawan dan menghancurkan setiap bentuk ancaman. Untuk itu pemerintah
mengharapkan keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia secara spontan dalam
penyelenggaraan upaya pertahanan keamanan Negara yang kemudian
mendasari munculnya Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip), maka pada
tanggal 19 April 1962 keluarlah Keputusan Wakil Menteri Pertama Urusan
Pertahanan/Keamanan Nomor : MI/A/72/62 tentang Peraturan Pertahanan
Sipil dan sampai sekarang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun
Pertahanan Sipil.
Citra Satuan Perlindungan Masyarakat
Sesuai
dengan yang terkandung di dalam penjelasan dari Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja telah mengamanatkan bahwa
Perlindungan Masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, maka peran
Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) mernpunyai posisi yang
strategis dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di
Daerah. Oleh karena itu Satlinmas perlu terus diberdayakan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menjaga keamanan lingkungan, membantu
dalam penanganan bencana, juga ikut serta dalam penanganan momen-momen
yang bersifat lokal maupun nasional, seperti antara lain Pemilihan Umum
anggota Legislatif, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Menghadapi
dinamika dan tantangan tugas yang begitu berat, Satlinmas dituntut
untuk lebih profesional dalam melaksanakan tugas yang kompleks sehingga
perlu adanya dukungan dari masyarakat mengingat saat ini ada beberapa
tayangan di Media Elektronik/Televisi mengenai sosok anggota Satlinmas
yang selalu menjadi bahan tertawaan, ejekan dan sindiran serta
menggunakan pakaian dan atribut yang salah sebagai anggota Satlinmas
dengan sikap dan gaya yang tidak sebagaimana mestinya.
Tayangan
yang melecehkan sosok anggota Satlinmas tersebut sangat berdampak
negatif terhadap citra dan kewibawaan anggota Satlinmas dalam
menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Oleh karena itu perlu
adanya pengetahuan tentang arti pentingnya tugas anggota Satlinmas agar
tayangan yang mengekspos sisi negatif anggota Satlinmas tersebut dapat
ditertibkan, sehingga masyarakat dapat mengetahui arti dan pentingnya
peran serta fungsi anggota Satlinmas yang sebenarnya.
Arah kebijakan yang diambil Kementerian Dalarn Negeri terhadap Pembinaan Satlinmas.
Dalam
menghadapi dinamika sosial yang ada saat ini, dimana kondisi masyarakat
yang semakin kritis dan taraf intelektualitasnya semakin meningkat maka
Kementerian Dalam Negeri selaku pembina umum dari Satlinmas, telah
mengambil langkah dalam menentukan eksistensi dan arah dari organisasi
satlinmas, diantaranya :
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penugasan Satuan Perlindungan Masyarakat Dalam Penanganan Ketenteraman, Ketertiban, dan Keamanan Penyelenggaraan Pemilihan Umum
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat Di Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dimana pada Pasal 12 menyebutkan bahwa "Untuk melaksanakan tugas KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di setiap TPS diperbantukan petugas keamanan dari satuan pertahanan sipillperlindungan masyarakat sebanyak 2 (dua) orang" .
- Penggabungan
fungsi satlinmas yang mengacu pada PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang satuan
polisi pamong praja sehingga koordinasi mengenai perlindungan
masyarakat saat ini berada di dalam Satuan Polisi Pamong Praja, hal ini
dilakukan gun a menghadapi tantangan global dewasa ini agar pemerintah
dapat tepat sasaran dalam mengeluarkan kebijakan, pengambilan
kebijakanpun di sesuaikan dengan teori "bottom up" agar aspirasi
masyarakat dapat terakomodir dcngan baik untuk kemudian menjadi masukan
dalam perumusan sebuah peraturan di tingkat lokal.
Sumber : Direktur Pol PP dan Linmas Ditjen PUM